Pesan Moral :

  1. Sisakan sisi kemanusiawian dalam hal pekerjaan untuk honorer
  2. Seringkali tenaga honorer bekerja tidak mengenal jam kerja, hingga larut malam
  3. Sering-sering berbagi dengan mereka honorer
  4. Penghasilan mereka tidak se-wow yang berstatus PNS
  5. Gaji tepat waktu saja sudah merupakan anugerah terindah tiada tara
  6. Walau sebatang rokok dan segelas kopi gratis berasa menerima segumpal berlian

indah 23 tahun berlalu

Merasakan pedihnya menjadi tenaga honorer selama 5 tahun pada sebuah madrasah negeri, bahkan merangkap pengajar komputer, bahasa inggris, bahasa arab, walau hanya beberapa semester.
di bagian tata usaha tempat mangkalnya, konon katanya tupoksiku dianggap vital (tanpa alat), beberapa ada yang bilang sih gitu.
Adalah folus di bagian komputer, menangani semua data, makalah, laporan, koperasi, siswa baru, kelulusan, nilai ujian akhir, desain spanduk, desain pamflet, desain algoritma data, dan lain sebangsanya.

Dikelilingi senior peka

Suka duka selama 5 tahun sangat berarti dan menjadi pelajaran berharga membangun kepekaan sosial, banyak berpatner dengan para senior berstatus PNS.
Tupoksi tidak jauh dari pengelolaan siswa baru, penyusunan jadwal guru, penyusunan data absensi siswa per kelas, pengelolaan data nilai ujian semester, pembuatan soal, selalu ada penyemangatnya. Mereka selalu menyisihkan udud kopi untuk pengelola data yang masih honorer, bahkan seringkali dari kantong pribadi.
Merasa beruntung sangat, pernah menjadi tenaga honorer dikelilingi para senior yang memahami jeritan hati pengelola data.

Ana Wayahe

Kesenjangan penghasilan antara honorer dengan PNS tentu bukan lagi rahasia khusus, meski sering miris ketika mendengar curhatan bahagia dari PNS yang banyak memiliki pemasukan bila dibanding tenaga honorer. Lagi-lagi ortu menguatkan dengan sabar “engko geh ira ana wayahe”.

Tebatas

Ruang gerak tenaga honorer seolah terbatas, tidak boleh pegang peranan penting dalam sebuah sistem, sekedar menjadi tenaga pembantu pembina dalam sebuah kegiatan pramuka atau PMR saja tidak boleh, aku pun memakluminya, tentu ada aturan mengikat.
Selalu terpenjara oleh mitos bahwa tenaga honorer tidak boleh banyak berperan aktif, terlebih kaitan keuangan. Sesekali kadang baper, “serendah itukah tenaga honorer di mata mereka?”.

Sering dapat udud

Selama 24 hari kerja aktif dalam sebulan, mungkin hanya 5 hari tidak dapat udud dan segelas teh manis gratis -kala itu belum fans kopi- dari para senior yang berstatus PNS.
Seringkali tanya mereka, “ngasih udud dan teh manis ini duit darimana?”,
mereka rata-rata menjawab “ya wis bae, rejeki aja ditolak, kumali”.
“ya justru kalau tidak jelas sumbernya ya punten tak tolak, dibilang sombong juga gapapa”, lanjutku.
“untuk pengelola data ana anggarane, misal laka ya rapapa sing kantong dewek, fokus menggawe bae, tenang  isun geh ngerti”. Diantara mereka.

tidak kepo

Aku pun tidak kepo ada anggaran atau tidak, lagian bukan ranahku juga, sadar diri siapalah diri ini, hanya tenaga honorer yang dipandang sebelah mata, kadang tidak pandang sama sekali. Kalimat hiburan agar tetap fokus pada papat ketik.

Mencelat

Dirasa cukup, pengabdian selama 5 tahun, ditambah punya ambisi ingin menaklukkan dunia lewat karyanya, pindah kerja di Jakarta.


Bersambung (lamun kiyeng)