Pesan Moral :
- Sisakan sisi
kemanusiawian dalam hal pekerjaan untuk honorer
- Seringkali tenaga
honorer bekerja tidak mengenal jam kerja, hingga larut malam
- Sering-sering berbagi dengan mereka honorer
- Penghasilan
mereka tidak se-wow yang berstatus PNS
- Gaji tepat
waktu saja sudah merupakan anugerah terindah tiada tara
- Walau
sebatang rokok dan segelas kopi gratis berasa menerima segumpal berlian
indah 23 tahun berlalu
Merasakan pedihnya
menjadi tenaga honorer selama 5 tahun pada sebuah madrasah negeri, bahkan
merangkap pengajar komputer, bahasa inggris, bahasa arab, walau hanya beberapa
semester.
di bagian tata usaha tempat mangkalnya, konon
katanya tupoksiku dianggap vital (tanpa alat), beberapa ada yang bilang sih
gitu.
Adalah folus di bagian komputer, menangani
semua data, makalah, laporan, koperasi, siswa baru, kelulusan, nilai ujian
akhir, desain spanduk, desain pamflet, desain algoritma data, dan lain
sebangsanya.
Dikelilingi senior peka
Suka duka selama 5 tahun sangat berarti dan menjadi
pelajaran berharga membangun kepekaan sosial, banyak berpatner dengan para
senior berstatus PNS.
Tupoksi tidak jauh dari pengelolaan siswa baru,
penyusunan jadwal guru, penyusunan data absensi siswa per kelas, pengelolaan
data nilai ujian semester, pembuatan soal, selalu ada penyemangatnya. Mereka selalu menyisihkan udud kopi untuk pengelola data yang masih honorer, bahkan seringkali
dari kantong pribadi.
Merasa beruntung sangat, pernah menjadi tenaga
honorer dikelilingi para senior yang memahami jeritan hati pengelola data.
Ana Wayahe
Kesenjangan penghasilan antara honorer dengan PNS
tentu bukan lagi rahasia khusus, meski sering miris ketika mendengar curhatan bahagia
dari PNS yang banyak memiliki pemasukan bila dibanding tenaga honorer. Lagi-lagi
ortu menguatkan dengan sabar “engko geh ira ana wayahe”.
Tebatas
Ruang gerak tenaga honorer seolah terbatas, tidak
boleh pegang peranan penting dalam sebuah sistem, sekedar menjadi tenaga
pembantu pembina dalam sebuah kegiatan pramuka atau PMR saja tidak boleh, aku
pun memakluminya, tentu ada aturan mengikat.
Selalu terpenjara oleh mitos bahwa tenaga
honorer tidak boleh banyak berperan aktif, terlebih kaitan keuangan. Sesekali kadang
baper, “serendah itukah tenaga honorer di mata mereka?”.
Sering dapat udud
Selama 24 hari kerja aktif dalam sebulan,
mungkin hanya 5 hari tidak dapat udud dan segelas teh manis gratis -kala itu
belum fans kopi- dari para senior yang berstatus PNS.
Seringkali tanya mereka, “ngasih udud dan teh
manis ini duit darimana?”,
mereka rata-rata menjawab “ya wis bae, rejeki
aja ditolak, kumali”.
“ya justru kalau tidak jelas sumbernya ya punten
tak tolak, dibilang sombong juga gapapa”, lanjutku.
“untuk pengelola data ana anggarane, misal laka
ya rapapa sing kantong dewek, fokus menggawe bae, tenang isun geh ngerti”. Diantara mereka.
tidak kepo
Aku pun tidak kepo ada anggaran atau
tidak, lagian bukan ranahku juga, sadar diri siapalah diri ini, hanya tenaga
honorer yang dipandang sebelah mata, kadang tidak pandang sama sekali. Kalimat hiburan
agar tetap fokus pada papat ketik.
Mencelat
Dirasa cukup, pengabdian selama 5 tahun, ditambah
punya ambisi ingin menaklukkan dunia lewat karyanya, pindah kerja di Jakarta.
Bersambung (lamun kiyeng)
Tags:
motivasi
0 Comments