Kang Kebon (24/4/25)
Notifikasi MOLA yang Tertunda
Mentari pagi
menyapa jendela kamar Tikcan dengan sinarnya yang lembut. Namun, kehangatan sang surya tak mampu mengusir kegelisahan yang bersemayam di hatinya. Beberapa hari ini, pikirannya dipenuhi tanda tanya besar. Aplikasi kepegawaian daring yang seharusnya menjadi jembatan informasi menuju gerbang karir impiannya, membisu seribu bahasa. Notifikasi tentang tahapan seleksi calon pegawai baru tak kunjung mampir, berbeda dengan teman-teman seangkatannya yang riuh berbagi kabar terbaru.Jari-jari Tikcan
lincah menari di atas layar ponsel, membuka paksa aplikasi yang terasa begitu dingin dan tak responsif. Kosong. Tak ada pemberitahuan baru. Perasaan cemas dan frustrasi bercampur aduk. Ia merasa tertinggal, terisolasi dari alur informasi yang begitu krusial. Setiap kali mendengar dering notifikasi ponsel teman-temannya, jantung Tikcan berdebar tak karuan, berharap itu adalah kabar baik untuknya. Namun, kenyataan selalu pahit.Dalam keputusasaan,
ingatan Tikcan tertuju pada Takim. Di matanya, Takim adalah sosok yang mumpuni dalam urusan teknologi. Rekan kerjanya itu selalu sigap membantu dan memiliki pemahaman yang mendalam tentang sistem informasi. Tanpa ragu, Tikcan mengirimkan pesan singkat, mencurahkan keluh kesahnya.Takim, yang sedang
berkutat dengan pekerjaannya di balik layar monitor, segera membalas pesan Tikcan. Ada nada antusiasme yang tersembunyi di balik rangkaian kata-katanya. Ia menawarkan bantuan dengan senang hati, merasa terpanggil untuk mengatasi kesulitan yang dialami gadis yang diam-diam telah merebut hatinya sejak pertemuan pertama di acara sosialisasi MAN 31 beberapa waktu lalu.Notifikasi ke Emailmu
Setelah Tikcan menjelaskan secara rinci kendala yang dihadapinya, Takim dengan cepat menganalisis akar permasalahan. "Sepertinya ada dua isu utama, Tikcan," tulis Takim dalam pesannya. "Pertama, kemungkinan ada masalah dengan sinkronisasi notifikasi ke emailmu. Kedua, memori penyimpanan ponselmu yang penuh juga bisa jadi penyebab notifikasi gagal masuk."Harapan Tikcan
Takim kemudian menyarankan solusi pertama: mereset email yang terhubung dengan aplikasi kepegawaian. "Dengan begitu, sistem akan mengirimkan ulang konfigurasi notifikasi," jelas Takim. Namun, harapan Tikcan kembali meredup. Ia teringat masalah lain yang telah lama menggerogoti pikirannya. Nomor telepon yang terhubung dengan alamat email tersebut sudah hangus beberapa bulan lalu dan tak mungkin lagi diaktifkan."Betul, Kak Takim," balas Tikcan dengan nada lesu. "Nomor yang terdaftar di email itu sudah tidak aktif. Jadi, saya tidak bisa melakukan verifikasi untuk meresetnya."
Kemudian, Tikcan menambahkan informasi penting lainnya. "Selain itu, memori penyimpanan ponsel saya memang sudah penuh. Beberapa kali muncul pemberitahuan kalau ruang penyimpanan hampir habis."
Beban pikiran Tikcan
Takim terdiam sejenak di balik layar. Ia memahami betapa frustrasinya Tikcan. Kegelisahan gadis itu terasa begitu nyata, apalagi melihat teman-teman seangkatannya melangkah maju dalam proses seleksi. Dalam benaknya, muncul sebuah ide. Ia ingin bertemu langsung dengan Tikcan, tidak hanya untuk membantu masalah teknisnya, tetapi juga untuk sekadar menemaninya dan mengurangi beban pikirannya.
Senyum Tikcan
Dengan keberanian yang dikumpulkannya, Takim mengirimkan pesan ajakan bertemu di sebuah kedai kopi yang nyaman dan tidak terlalu ramai. Jarak dari tempat Takim bekerja menuju lokasi yang disarankannya lumayan jauh, namun ia tak mempermasalahkannya. Yang terpenting baginya adalah bisa melihat senyum Tikcan kembali.
Tak disangka, Tikcan menyetujui ajakan tersebut. Sebuah kehangatan kecil menjalari hati Takim. Ia mengatur jadwalnya agar bisa menemui Tikcan sore itu juga.
Perjalanan jauh,
Siang itu, di sudut Taman dekat lembaga pemerintahan, suasana terasa begitu harmonis. Canda tawa mengalir di antara Takim dan Tikcan, menghilangkan sejenak awan kegelisahan yang sebelumnya menggelayuti wajah gadis itu. Tikcan begitu sumringah dengan kedatangan Takim. Ia tak menyangka rekan kerjanya itu bersedia menempuh perjalanan cukup jauh hanya untuk menemuinya.Meski dalam hati Tikcan,
Takim hanyalah seorang sahabat dan rekan kerja yang baik, kebahagiaan dan rasa terima kasihnya tak bisa disembunyikan. Ia merasa diperhatikan dan didukung di tengah ketidakpastian ini.
Teringat pandangan pertama
Namun, bagi Takim, pertemuan ini memiliki makna yang jauh lebih dalam. Sejak pertama kali matanya bertemu dengan mata Tikcan di tengah riuhnya acara sosialisasi di MAN 31, sebuah benih kekaguman telah tertanam di hatinya. Ia terpesona dengan kesederhanaan, kecerdasan, dan kebaikan hati gadis itu.
Di tengah riuh rendah obrolan dan tawa, Takim menyadari sebuah kenyataan yang sedikit perih. Sumringah senyum dan canda tawa Tikcan tidak lebih dari sekadar ungkapan persahabatan dan rasa terima kasih. Tidak ada sinyal lain yang bisa ia tangkap.
Rasa getir dan
perih sedikit menyentuh hatinya, namun ia segera menepisnya. Ia tidak berhak menaruh harapan lebih pada Tikcan, apalagi status mereka saat ini hanyalah antara seorang pegawai dengan seorang calon pegawai baru.
Melupakan rasa pilu
Meskipun demikian, bagi Takim, bisa mengenal Tikcan lebih dekat, melihat senyumnya, dan mendengar tawanya adalah sebuah anugerah terindah dalam hidupnya. Ia rela menempuh jarak jauh dan melupakan rasa pilu yang sempat singgah. Kehadiran Tikcan, meskipun hanya sebagai teman, telah memberikan warna baru dalam hari-harinya.
Larut dalam canda tawa bersama Tikcan, Takim sejenak melupakan rasa pilu yang sempat ia rasakan. Baginya, momen ini adalah kebahagiaan yang sederhana namun begitu berarti. Ia berharap, persahabatan ini akan terus terjalin, meskipun notifikasi dari aplikasi kepegawaian masih enggan menyapa email Tikcan.
Malam semakin larut,
dan meskipun masalah notifikasi belum terpecahkan, kehangatan persahabatan telah memberikan secercah harapan di tengah kegelisahan Tikcan. Dan bagi Takim, malam ini adalah pengingat bahwa kebahagiaan bisa ditemukan dalam hal-hal sederhana, seperti senyuman seorang teman yang diam-diam dicintainya.